MAKALAH
“NEGARA
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA”
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah:
KEWARGANEGARAAN
Disusun Oleh:
David Budi Santoso (15512010)
Bahaudin
Mudhori (15512011)
Nabil
Abubaka (15512018)
PROGRAM PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GRESIK
TAHUN 1436 H/2016 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT,
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Negara hukum dan hak asasi manusia ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Ust. M. Arfa Ladamay, M.Pd.selaku Dosen mata kuliah Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Gresik,
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Gresik, Mei 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara
indonesia merupakan negara yang merdeka pada tanggal 17 agustus 1945. Dengan
perjuangan yang mengorbankan segala-galanya demi kemerdekaan tersebut. Setelah
merdeka maka dibuatkanya sebuah konstitusi sebagai dasar negara, yang
dijadikan pedoman bagi setiap elemen(negara) untuk mewujudkannya.
Tetapi perjuangan bangsa yang hampir 67 tahun ini setelah merdeka, ternyata
belum bisa memuaskan publik. Faktanya, tahun 1999-2002 adanya amandemen
perubahan untuk mengubah konstitusi negara indonesia, dikarenakan sudah tidak
sesuai dengan zamanya serta banyak kesewenangan – sewenangan yang terjadi
pada masa sebelumnya .maka dari itu, di zaman reformasi menginginkan adanya
amandemen UUD NRI 1945. Perubahan yang paling menonjol adalah mengenai pasal 1
ayat 3 UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa :
“Indonesia
ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”..[1]
Hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan
sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali
dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi
ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari
pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita
hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan
sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan
atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa
tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil
judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara
teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah
merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui
aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah
(Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul
sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak
seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang
tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi
atau melanggar HAM.[2]
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah negara hukum?
2. Bagaimanakah perkembangan negara
hukum di indonesia?
3. Apa pengertian
Hak Asasi Manusia (HAM)
4. Permasalahan dan
Penegakan HAM di Indonesia
5. Apa saja
contoh-contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH NEGARA HUKUM
ARISTOTELES,
merumuskan Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin
keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang
baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang
mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya .maka menurutnya
yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa
hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.
v Ditinjau dari sudut sejarah,
pengertian Negara hukum berbeda-beda diantaranya :
1. Negara Hukum Eropa Kontinental
Negara Hukum Eropa Kontinental ini dipelopori oleh Immanuel Kant. Tujuan Negara hukum menurut Kant adalah menjamin kedudukan hukum dari individu-individu dalam masyarakat.
Konsep Negara hukum ini dikenal dengan yaitu ;
a). Negara hukum liberal, karena Kant dipegaruhi oleh faham liberal yang menentang kekuasaan absolute raja pada waktu itu.
b). Negara hukum dalam arti sempit, karena pemerintah hanya bertugas dan mempertahankan hukum dengan maksud menjamin serta melinungi kaum “Boujuis” (tuan tanah) artinya hanya ditujukan pada kelompok tertentu saja.
c). Nechtwakerstaat ( Negara penjaga malam ), karena Negara hanya berfungsi menjamin dan menjaga keamanan dalam arti sempit( kaum Borjuis).
a). Negara hukum liberal, karena Kant dipegaruhi oleh faham liberal yang menentang kekuasaan absolute raja pada waktu itu.
b). Negara hukum dalam arti sempit, karena pemerintah hanya bertugas dan mempertahankan hukum dengan maksud menjamin serta melinungi kaum “Boujuis” (tuan tanah) artinya hanya ditujukan pada kelompok tertentu saja.
c). Nechtwakerstaat ( Negara penjaga malam ), karena Negara hanya berfungsi menjamin dan menjaga keamanan dalam arti sempit( kaum Borjuis).
v Menurut Kant, untuk dapat
disebut sebagai Negara hukum harus memiliki dua unsure pokok, yaitu :
· adanya
perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia
· adanya
pemisahan kekuasaan
Dalam
perkembangan selanjutnya, ternyata model Negara hukum ini belum memuaskan dan
belum dapai mencapai tujuan, kalau hanya dengan 2 unsur tersebut tidaklah
cukup. Maka Negara hukum sebagai paham liberal berubah ke faham Negara
kemakmuran ( Welfarestaat atau Social Service State ) yang dipelopori oleh “FJ
STAHL”.
v Menurut Stahl, seuatu Negara
hukum harus memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
1)
adanya
perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia
2)
adanya
pemisahan kekuasaan
3)
pemerintah
haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum
4)
adanya
peradilan administrasi
2.
Negara
Hukum Anglo Saxon (Rule Of Law)
Negara
Anglo Saxon tidak mengenal Negara hukum atau rechtstaat, tetapi mengenal atau
menganut apa yang disebut dengan “ The Rule Of The Law” atau pemerintahan oleh
hukum atau government of judiciary.
v Menurut A.V.Dicey, Negara
hukum harus mempunyai 3 unsur pokok :
1
Supremacy
Of Law
Dalam suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum
merupakan posisi tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada hukum bukan sebaliknya
hukum tunduk pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada kekuasaan, maka kekuasaan
dapat membatalkan hukum, dengan kata lain hukum dijadikan alat untuk
membenarkan kekuasaan. Hukum harus menjadi “tujuan” untuk melindungi
kepentingan rakyat.
2
Equality
Before The Law
Dalam Negara hukum kedudukan penguasa dengan rakyat
dimata hukum adalah sama (sederajat), yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni
pemerintah berfungsi mengatur dan rakyat yang diatur. Baik yang mengatur maupun
yang diatur pedomannya satu, yaitu undang-undang. Bila tidak ada persamaan hukum,
maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa kebal hukum. Pada prinsipnya
Equality Before The Law adalah tidak ada tempat bagi backing yang salah,
melainkan undang-undang merupakan backine terhadap yang benar.
3
Human
Rights
Human
rights, maliputi 3 hal pokok, yaitu :
a. the rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan sesuatu yang dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini harus dibatasi jangan sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.
a. the rights to personal freedom ( kemerdekaan pribadi), yaitu hak untuk melakukan sesuatu yang dianggan baik badi dirinya, tanpa merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion ( kemerdekaan berdiskusi), yaitu hak untuk mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan ketentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
c. The rights to public meeting ( kemerdekaan mengadakan rapat), kebebasan ini harus dibatasi jangan sampai menimbulkan kekacauan atau memprovokasi.
Persamaan
Negara hukum Eropa Kontinental dengan Negara hukum Anglo saxon adalah keduanya
mengakui adanya “Supremasi Hukum”.
Perbedaannya adalah pada Negara Anglo Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri sehingga siapa saja yang melakukan pelanggaran akan diadili pada peradila yang sama. Sedangkan nagara hukum Eropa Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Perbedaannya adalah pada Negara Anglo Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri sehingga siapa saja yang melakukan pelanggaran akan diadili pada peradila yang sama. Sedangkan nagara hukum Eropa Kontinental terdapat peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Selanjutnya,
konsep Rule Of Law dikembangkan dari ahli hukum (juris) Asia Tenggara &
Asia Pasifik yang berpendapat bahwa suatu Rule Of Law harus mempunyai
syarat-syarat :
1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara / prosedur untuk perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
4. Pemilihan umum yang bebas.
5. Kebebasan untuk berserikat / berognanisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan civic / politik.[3]
1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara / prosedur untuk perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
4. Pemilihan umum yang bebas.
5. Kebebasan untuk berserikat / berognanisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan civic / politik.[3]
B. Perkembangan Negara Hukum
Di Indonesia
Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan
pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan
harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada
legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat melakukan tindakan pemerintahan tanpa
dasar kewenangan.
Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
1)
Adanya
suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
2)
Bahwa
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum
atau peraturan perundang-undangan.
3)
Adanya
jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).
4)
Adanya
pembagian kekuasaan dalam negara.
5)
Adanya
pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan
mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan
tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
6)
Adanya
peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut
serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh
pemerintah.
7)
Adanya
sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang
diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Unsur-unsur negara hukum ini biasanya terdapat
dalam konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan konstitusi dalam suatu negara
hukum merupakan kemestian. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satu negara pun di
dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan
konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain.
Apabila kita meneliti UUD 1945 (sebelum amademen)
di indonesia , kita akan menemukan unsur-unsur negara hukum tersebut di
dalamnya, yaitu sebagai berikut; pertama, prinsip kedaulatan rakyat (pasal 1
ayat 2), kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan UUD 1945),
ketiga, jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (pasal 27, 28, 29, 31), keempat,
pembagian kekuasaan (pasal 2, 4, 16, 19), kelima, pengawasan peradilan (pasal
24), keenam, partisipasi warga negara (pasal 28), ketujuh, sistem perekonomian
(pasal 33).
Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara
tegas disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1
ayat (3) yang menyatakan bahwa :
“Indonesia
ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”.
Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi
welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan
negara, sebagaimana yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945,
yaitu;
“Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”.
Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui
pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program
jangka pendek, menengah, dan panjang.
Prinsip pokok negara hukum
menurut Jimly Asshiddiqie adalah sebagai berikut :
1. Supremasi
Hukum (supremacy of law)
Adanya pengakuan normatif dan
empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan
dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (supremacy
of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya,
bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi.
Pengakuan normative mengenai supremasi hukum adalah pengakuan yang
tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan
empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian terbesar
masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’.
2. Persamaan dalam Hukum (equality before the
law)
Adanya persamaan kedudukan
setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normative dan
dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap
dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui
sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang
bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative actions’ guna
mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga
masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat
perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang
sudah jauh lebih maju. Kelompok masyarakat tertentu yang dapat diberikan
perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’ yang tidak termasuk
pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing
atau kelompok masyarakat hukum adapt tertentu yang kondisinya terbelakang.
Sedangkan kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus
yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah kaum wanita ataupun
anak-anak terlantar.
3. Asas legalitas
Dalam setiap Negara Hukum,
dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due process
of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas
peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan
perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului
tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap
perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules
and procedures’ (regels). Prinsip normatif demikian nampaknya
seperti sangat kaku dan dapat menyebabkan birokrasi menjadi lamban. Oleh karena
itu, untuk menjamin ruang gerak bagi para pejabat administrasi negara dalam
menjalankan tugasnya, maka sebagai pengimbang, diakui pula adanya prinsip
‘Freies Ermessen’ yang memungkinkan para pejabat administrasi negara
mengembangkan dan menetapkan sendiri ‘beleid-regels’ atau ‘policy
rules’ yang berlaku internal secara bebas dan mandiri dalam rangka
menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh peraturan yang sah.
4. Pembatasan kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan
Negara dan organ-organ Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian
kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai
dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan
untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh Lord Acton:
“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Karena
itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke
dalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam kedudukan
yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain.
Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam
beberapa organ yang tersusun secara vertical. Dengan begitu, kekuasaan tidak
tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang
memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.
Idealitas negara berdasarkan hukum ini pada dataran
implementasi memiliki karakteristik yang beragam, sesuai dengan muatan lokal,
falsafah bangsa, ideologi negara, dan latar belakang historis masing-masing
negara. Oleh karena itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum
muncul dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah atau
nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan
rechtsstaat, negara hukum menurut konsep Anglo-Saxon (rule of law), konsep
socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila.
Menurut
Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada unsur-unsur
yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1)
Keserasian
hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan
2)
Hubungan
fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
3)
Prinsip
penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana
ter-akhir;
4)
Keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
Berdasarkan penelitian Tahir Azhary, negara hukum
Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berkut :
1)
Ada
hubungan yang erat antara agama dan negara;
2)
Bertumpu
pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
3)
Kebebasan
beragama dalam arti positip;
4)
Ateisme
tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;
5)
Asas
kekeluargaan dan kerukunan.
Meskipun antara hasil penelitian Hadjon dan Tahir
Azhary terdapat perbedaan, karena terdapat titik pandang yang berbeda. Tahir
Azhary melihatnya dari titik pandang hubungan antara agama dengan negara,
sedangkan Philipus memandangnya dari aspek perlindungan hukum bagi rakyat.
Namun sesungguhnya unsur-unsur yang dikemukakan oleh kedua pakar hukum ini
terdapat dalam negara hukum Indonesia. Artinya unsur-unsur yang dikemukakan ini
saling melengkapi.[4]
C.
Pengertian
Hak Asasi Manusia (HAM)
HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia,tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai
manusia.Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Ruang lingkup HAM meliputi:
a.
Hak
pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain;
b.
Hak milik
pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada;
c.
Kebebasan
sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan; serta
d.
Hak-hak
berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak
asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok
hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun
di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul
sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun
mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM.[5]
D. Permasalahan
dan Penegakan HAM di Indonesia
Sejalan
dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan
perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak
dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam
pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 ,pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya
pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama
internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan,
dan hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku.
Program
penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta
pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu,
penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan
konsisten.
Kegiatan-kegiatan
pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
- Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional
- Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
- Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
- Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
- Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
- Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
- Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
- Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
- Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
- Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
E. Contoh-Contoh Kasus
Pelanggaran HAM
- Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
- Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
- Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
- Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
- Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang
- Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya sangatlah lama
- Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya
- Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah.[6]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Negara
hukum merupakan pilihan sebuah negara berdasarkan sejarah yang pernah dilalui,
dan ingin menciptakan negara yang aman dan sejahtera. Dimana penguasa negara
tidak berbuat sewenang-wenang, dan mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan
rakyatnya. Selain itu negara hukum merupakan amanah dari sebuah konstitusi
sebuah negara tak terkecuali negara indonesia. Mengenai amanat negara hukum
tersebut ada dalam pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa :
“Indonesia
ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”.
Dengan
perwujudannya tersebut, negara menginginkan penguasa tidak bertindak
sewenang-wenang karena segala tindakanya harus berdasarkan undang-undang.
Dan mempunyai kewajiban untuk mewujudkan tujuan negara yang termaktub dalam
pembukaan alinea IV UUD NRI 1945.[7]
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu
kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam
kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Idjehar, Muhammad Budairi, HAM
versus Kapitalisme, Yogyakarta: INSIST Press, 2003.
Ubaidillah Ahmad dkk, Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000.
[1] Prastyo,agus, , NEGARA HUKUM, http://bem-umk13.blogspot.co.id/2012/07/makalah-negara-hukum-by-m-agus-prasetiyo.html,
Pada tanggal 19 mei 2016, pukul 09.27 wib
[2]
Firmansyah, MAKALAH HAM, http://firmansyahblog2.blogspot.co.id/2013/03/makalah-ham.html, Pada tanggal 19 mei 2016, pukul 09.33 wib
[3] Prastyo,agus, , NEGARA HUKUM, http://bem-umk13.blogspot.co.id/2012/07/makalah-negara-hukum-by-m-agus-prasetiyo.html,
Pada tanggal 19 mei 2016, pukul 09.38 wib
[4] Prastyo,agus,
, NEGARA HUKUM, http://bem-umk13.blogspot.co.id/2012/07/makalah-negara-hukum-by-m-agus-prasetiyo.html,
Pada tanggal 19 mei 2016, pukul 09.48 wib
[5] Firmansyah, MAKALAH HAM, http://firmansyahblog2.blogspot.co.id/2013/03/makalah-ham.html, Pada tanggal 19 mei 2016, pukul 09.54 wib
[6]
Firmansyah, MAKALAH HAM, http://firmansyahblog2.blogspot.co.id/2013/03/makalah-ham.html, Pada tanggal 19 mei 2016,
pukul 10.01 wib
[7] Prastyo,agus, , NEGARA HUKUM, http://bem-umk13.blogspot.co.id/2012/07/makalah-negara-hukum-by-m-agus-prasetiyo.html,
Pada tanggal 19 mei 2016, pukul 10.05 wib
[8]
Firmansyah, MAKALAH HAM, http://firmansyahblog2.blogspot.co.id/2013/03/makalah-ham.html, Pada tanggal 19 mei 2016,
pukul 10.10 wib

Tidak ada komentar:
Posting Komentar